www.novelkaskus.com Disini Saya Kumpulkan Novel Story dan Cerita-cerita dari Kaskus

Sepasang Kaos Kaki Hitam #Part 39

Sepasang Kaos Kaki Hitam #Part 39











 

 

 

Part 39


Malam itu gw terbangun setelah hampir dua jam terlelap di pangkuan Meva. Kami memutuskan pulang dan sampai di kosan sekitar jam sebelas malam.

"Nah ini dia anaknya," seorang teman penghuni kamar bawah menyambut kedatangan gw. "Charger gw mana? Hp gw udah berisik daritadi minta diisi batere nya."

"Oh iya gw lupa kembaliin," gw menepuk jidat. "Lo tunggu aja di sini. Gw ambil dulu di atas."

Temen gw mengangguk lalu kembali ke kamarnya. Gw dan Meva melanjutkan ke kamar atas, lalu gw turun mengembalikan charger punya temen gw dan kembali lagi ke kamar Meva.

"Sorry ya Va, gw nginep lagi di kamer lo malem ini," kata gw.

"Enggak papa nyantai aja lah," Meva sedang menulis sesuatu di sebuah buku kecil warna kuning. Padahal kamar ini cukup gelap buat nulis, karna masih mengandalkan lilin sebagai pencahayaan.

"Lagi nulis apa sih?"

Meva menghentikan sejenak aktivitasnya, menatap gw lalu tersenyum.

"Ini diary gw," katanya kemudian melanjutkan menulis.

"Ooh.." gw cuma mengangguk sebagai tanda mengerti.

Gw nggak pernah tertarik membaca diary, apalagi menulis kejadian di hidup gw di dalamnya. Yg cocok kayak gitu emang cewek. Karena gw malu aja sama diri gw sendiri kalo suatu hari gw baca lagi riwayat hidup gw, rasanya gimana gitu.

"Apa yg lo tulis?" tiba-tiba saja pertanyaan itu meluncur dari mulut gw.

Meva diam sebentar.

"Tentang hari ini pastinya," jawab Meva dengan ekspresi bahagia. Belum pernah gw melihat ekspresi kegembiraan yg seperti ini darinya. "Ini akan jadi Natal terbaik di hidup gw."

"Oiya? Meskipun tanpa kado? Maaf, biasanya kan kalian bertukar kado kalo Natal? Yah, seenggaknya itu yg gw liat di film-film.."

"Emang mau tukeran kado sama siapa?" Meva balik tanya.

Ah, iya. Pertanyaan jenius tuh! Gw nyengir malu dengan pertanyaan bodoh gw tadi.

"Buat gw, Natal nggak mesti diliat dari sebanyak apa kado yg gw dapet. Lagian itu mah kebiasaan waktu kecil," Meva tertawa sendiri, mengingat masa kecilnya mungkin. "Yg penting buat gw adalah gimana gw memaknai hari ini, sebagai hari yg istimewa. Dan setelah bertahun-tahun, akhirnya gw nemuin feel itu. Hari ini, gw bisa ngerasain hangatnya kebersamaan Natal. Kan emang itu makna sebenernya dari Natal? Supaya orang-orang bisa saling mengasihi dan mengorbankan sebagian yg dipunyai demi orang lain yg membutuhkan. Seperti yg udah ditunjukkan Messiah kami.."

Meva seperti tersentak kaget. Lalu buru-buru mengklarifikasi.

"Maaf, maaf...gw ngga ada maksud apa-apa. Semoga lo nggak tersinggung sama yg gw omongin barusan," wajahnya merona merah, terlihat jelas tertimpa cahaya lilin yg malam ini nggak bergerak sedikitpun.

"Enggak papa kok, apa salahnya ngomong kayak tadi?" gw tersenyum.

Meva menarik napas lega.

"Ngomong-ngomong, kok kalender loe banyak coretannya sih?" gw menunjuk kalender meja yg tergeletak di sisi kasur. Kalender yg banyak bulatan-bulatan hitam di angka tanggalnya, dan beberapa coretan di bawah tiap kolom bulan.

"Oh itu... Gw emang biasa nentuin cita-cita gw di kalender."

Gw kernyitkan dahi.

"Maksudnya gini loh," Meva menjelaskan. "Tiap planning yg gw punya, gw tulis di kalender. Misalnya gw pengen beli sepatu baru, gw tentuin deh tanggal berapa gw harus udah punya sepatu itu. Jadi, mulai hari ini gw sisihkan duit gw biar pas tanggalnya nanti bisa kebeli tuh sepatu."

Gw mendengarkan penuh minat.

"Gitu juga sama kuliah gw," lanjutnya. "Gw tentuin tanggal berapa gw udah harus selesaikan tugas-tugas gw. Bahkan gw udah nentuin cita-cita gw tiga tahun ke depan. Liat nih."

Meva membuka diary nya dan menunjukkan halaman bertuliskan "Agustus 2004 - Wisuda".

"Pokoknya gw nggak mau kalo mesti ngulang taun terakhir gw kuliah," ucapnya semangat. Lalu dia membalik semua halaman di buku dan menunjukkan halaman terakhir. Di sana ada deretan angka yg ditulis dg ukuran besar, "2005". Dan di bawahnya ada satu kata, yg ditulis lebih kecil dari angka di atasnya.

"Menteri?" gw membaca kata itu penuh tanya.

"Iya, Menteri!" jawabnya masih semangat. "Masih inget kan soal pion catur yg bertransformasi jadi Menteri, yg pernah lo bilang ke gw?"

Gw mengiyakan.

"Gw udah tentuin, tahun pertama gw lulus kuliah, gw udah harus jadi 'Menteri'. Gw ngga mau selamanya jadi pion yg selalu diremehkan. Gw yakin gw bisa!" Meva tersenyum senang.

Wouw...gw nggak nyangka Meva akan bener-bener menerapkan yg gw ucapkan waktu itu soal pion catur.

"Menurut gw," kata Meva lagi sementara gw tetap jadi pendengar yg baik. "Cita-cita adalah impian yg bertanggal. Gw tinggal nyusun urutan langkah buat mencapai tanggal itu. Jadi, semakin gw menunda, semakin tanggal itu terdorong menjauh. Dan semakin gw malas, semakin cita-cita itu jadi nggak berarti. Gw nggak mau itu terjadi sama gw. Gw akan buktikan gw bisa ngejer deadline cita-cita yg udah gw tentuin sendiri."

Meva tersenyum puas dengan penjelasannya itu. Gw bisa melihat semangat yg berkobar dalam dirinya.

Malam ini lo udah melangkah satu petak ke depan Va. Masih ada beberapa petak lagi. Dan gw slalu yakin lo pasti bisa ke sana!



share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by sesuhay, Published at 09.11.00 and have 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar