www.novelkaskus.com Disini Saya Kumpulkan Novel Story dan Cerita-cerita dari Kaskus

Hantu Gaun Merah - Part 3

Hantu Gaun Merah - Part 3

Hantu Gaun Merah - Secepat tangan seorang copet yang mengambil dompet dari kantung korbannya, aku meraih kunci pintu, memutar gagang dan membuka pintu kamar. Aku berlari menghambur keluar menuju salah toilet di lantai dasar asrama.

Perlu diketahui, setiap lantai itu memiliki ruangan toilet masing-masing. Satu ruangan toilet berisi 2 unit wastafel, 4 kamar mandi sistem shower, dan 3 WC. Toilet ini juga digunakan untuk ruang mencuci baju mahasiswa penghuni asrama.

Kecuali bagi mereka yang memiliki finansial lebih, biasanya tidak pernah mencuci baju di toilet ini. Mereka lebih senang menggunakan jasa pantri asrama (semacam laundry) dan tinggal meletakkan baju kotor di keranjang pakaian depan kamar setiap harinya.

Aku menuju salah satu WC dan buang air besar di sana. Huh.. Lega rasanya. Ketika kubuka pintu WC dan hendak kembali ke kamar, kudengar suara air shower yang mengucur. Seingatku tadi, aku melewati 4 bilik shower dan tidak ada satupun yang sedang berpenghuni. Kulihat jam tangan digitalku, tertera angka 00.31 yang artinya pukul setengah satu malam.

Siapa ya yang mandi tengah malam begini? - aku bertanya dalam hati.

Pintu shower itu tertutup rapat seolah di dalamnya ada orang yang sedang mandi. Kuputuskan untuk mengabaikan suara shower itu, toh bukan urusanku juga. Tapi begitu aku sampai di dekat wastafel, pintu bilik shower itu terbuka sendiri dan kucuran airnya juga berhenti. Kutunggu beberapa detik namun tak seorang pun keluar dari bilik itu.

"Mas?" aku memberanikan diri menyapa orang di dalam bilik. Tak ada jawaban.

Karena penasaran, kuhampiri saja bilik itu, memastikan apa memang benar ada seseorang di dalam sana. Dan ternyata... Bilik itu KOSONG! Hanya lantai basah oleh air saja yang kudapati di sana. Lantas siapa yang sedang mandi sedari tadi?
Tanpa berpikir lagi, aku segera berlari menyusuri lorong kembali menuju kamarku. Suasana lorong yang begitu senyap dan bulu kuduk yang berdiri, memperparah ketakutanku saat itu. Sudah jelas ada fenomena yang tidak wajar di malam itu.

Terdengar bunyi ketukan dari dinding kamar sebelah kananku. Jika itu bunyi ketukan dari dinding sebelah kiri, mungkin tidak masalah karena bisa saja Ervan sudah pulang ke kamarnya saat aku terlelap tadi. Tapi masalahnya ini kamar sebelah kanan, dimana kamar itu adalah kamar tak berpenghuni, hanya dijadikan gudang sementara untuk menyimpan kursi dan ranjang tak terpakai.

 Aku memutuskan untuk langsung tidur kembali meski kutahu belum menunaikan sholat Isya. Tak sanggup rasanya bila kuharus bertemu dengan hantu gaun merah. Ini jelas salahku sendiri. Kenapa pula aku harus menantang kehadirannya.

#####


Setelah sholat subuh berjamaah di mushola asrama, kuputuskan untuk tidak tidur kembali. Kuhabiskan waktuku membaca buku-buku perkuliahan sekedar menghilangkan pikiran akan kejadian mistis yang kualami semalam.

Semalam itu hanya mimpi. Hanya mimpi Put - kalimat ini yang berulang kali kuucapkan dalam hati. Memang kedua mataku membaca teks buku tapi pikiranku melanglang buana entah kemana.

Sekitar pukul 6 pagi, terdengar orang yang mengetuk pintu kamarku.

"Permisi. Assalamu'alaikum." ucap orang itu.

"Wa'alaikumsalam. Sebentar ya." jawabku sambil membenahi sarung yang kukenakan.

Kubuka pintu kamar dan kulihat laki-laki berkulit coklat gelap dengan rambut keriting. Dia sedikit lebih tinggi dariku dan dia tersenyum menampakkan giginya yang putih.
"Permisi Mas. Saya baru pindah ke sini. Kenalkan saya Deden. Saya rencana mau menempati kamar sebelah itu." dia mengulurkan tangan mengajak berjabat tangan.

"Saya Putra. Wah senang sekali punya tetangga baru." kubalas jabatan tangan itu dengan erat. "Asalnya dari mana Mas?"

"Saya mah asli Kuningan euy. Kalau Putra asalnya dari mana?"

"Saya dari Surabaya Mas. Eh, boleh saya panggil Deden ya?"

"Boleh atuh, asal jangan dipanggil Om saja. Usia saya mah jauh lebih muda daripada wajahnya." candanya yang kutanggapi dengan tawa.

Ternyata di Minggu pagi ini, Deden baru resmi menempati kamar kosong di sebelahku. Tapi ia tidak serta merta meninggali kamar itu di hari ini, kamar itu masih harus dibersihkan dan dipel sebelum layak ditempati. Belum lagi bangku-bangku dan beberapa kayu ranjang tidak terpakai yang harus dipindahkan terlebih dulu.

Kami asyik mengobrol sambil memperhatikan petugas kebersihan asrama yang membenahi kamar Deden. Dan di tengah pembicaraan, ada pertanyaan yang cukup menggangguku.

"Eh gosipnya asrama ini cukup angker ya? Katanya ada hantu si manis jembatan ancol gitu?" tanya Deden padaku.

"Bukan Den. Itu mah Kiki Fatmala. Dia sudah lama lulus dan tidak tinggal lagi di asrama laki-laki." jawabku sekenanya.

"Wah baru tahu kalau Kiki Fatmala itu laki-laki." sahutnya lalu kita tertawa bersama.

Aku ingin jujur padanya tentang kejadian semalam, namun itu sama saja dengan dianggap penakut atau pembual karena belum tentu teman-temanku yang lain mengalami hal yang serupa.

"Tidak ada apa-apa di sini Den. Semua aman terkendali asal tertib bayar uang sewa kamar." lanjutku.

"Lho memangnya ada hubungannya begitu, antara tertib bayar uang kamar dengan penampakan hantu gaun merah?"

"Ya tidak ada sih. Hanya saja siap-siap kau dihantui wajah pegawai administrasi asrama 24 jam sehari jika uang sewa kamarmu menunggak." aku dan Deden kembali tertawa.

Maafkan aku ya Den tidak jujur padamu. Aku sendiri masih harus mencari tahu lebih jauh tentang kebenaran hantu gaun merah itu. Semalam aku memang mengalami kejadian mistis tapi aku belum melihat sendiri sosok yang sering dibicarakan penghuni asrama itu - batinku saat itu.

"Ya sudah Put, aku mau balik dulu ya. Ini kalau ditunggu beresnya, bisa tidur di lorong akunya." kata Deden sembari berpamitan padaku. "Assalamu'alaikum."

"OK Den. Hati-hati ya. Besok aku bantu-bantu menata kamarnya. Walaikumsalam."

Aku kembali sendiri. Hanya petugas kebersihan asrama yang masih berkeliaran keluar masuk kamar sebelah yang Senin besok sudah mulai ditempati Deden. Kukunci pintu kamar dan kembali membaca buku sambil tengkurap di atas tempat tidur.

Menjelang sore berkah itu datang. Tiba-tiba terdengar suara orang membuka pintu kamar. Segera aku berjalan keluar kamar untuk memeriksa siapa mahasiswa di lorong ini yang sudah pulang.

"Mar. Umar!" sapaku setengah berteriak.
"Woi Put. Lho kau tidak pulang ke rumah saudaramu di Bekasi?"

Aku mendekatinya lalu menyalami tangannya. "Tidak Mar. Sudah seminggu ini aku hanya tinggal di kamar asrama."

"Kenapa?"

"Ah tidak ada apa-apa. Aku hanya tidak enak sering ke sana. Makan minum gratis, tidak boleh mencuci baju bahkan menyapu. Seperti seorang raja yang tinggal di istana."

"Wajarlah seperti itu. Namanya juga di rumah saudara, apalagi katamu mereka memiliki pembantu. Mereka juga sama sekali tidak terbebani oleh kehadiranmu bukan? Sudah, kau nikmati saja hidup seperti itu. Perjalanan kita masih jauh untuk bisa ongkang-ongkang kaki layaknya raja."

Ada benarnya juga perkataan Umar, namun aku yang sudah terbiasa mencuci baju sendiri sejak kelas 3 SD, tidak terlalu suka hidup bermanja-manja seperti itu. Takut malah menjadi sosok yang malas.

"Hei, bagaimana rasanya tinggal seorang diri di lantai dasar asrama ini?" senyumnya menyeringai.

"Ya lumayan kesepian." jawabku singkat.

"Apakah kamu sudah bertemu dengan hantu gaun merah?" kembali dia mengejekku dengan pertanyaannya.

"Belum. Tapi... Aku sudah bertemu dengan yang lainnya."

"Maksudmu?" dari nada suaranya, sepertinya dia mulai merasa takut. Bukan salahku juga jika dia merasa takut. Toh, dia sendiri yang memulainya.

"Ya. Aku berjumpa dengan hantu penunggu toilet asrama."

"Mana ada hantu penunggu toilet asrama Put. Kau ini cuma mengada-ada saja."

"Semalam ketika aku buang air besar, tiba-tiba saja air shower mengucur sendiri. Ketika aku tengok ke dalam bilik itu, tak kujumpai seorang pun di sana."

"Yang benar?"

"Sumpah Mar. Aku tidak lagi berbohong. Aku sampai tidak sholat Isya karena takut kembali ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu."

Dia mengalihkan pembicaraan. "Oh iya, siapa lagi kawan kita yang sudah balik ke asrama?"

"Tidak ada Mar. Malam ini kemungkinan hanya kita berdua yang menghuni lorong lantai dasar asrama ini. Kau... Takut ya?"

"Enak saja! Mungkin kau yang merasa takut. Aku sudah terbiasa dengan situasi seram seperti ini. Dulu aku pulang pergi sekolah harus melewati jalan setapak yang samping kanan kirinya adalah hutan. Jadi tidak masalah untukku jika hanya ada kita berdua di lorong ini."

"Tapi..." aku sebenarnya ragu mengatakan ini. "Tidak hanya itu Mar. Kaca jendela kamarku juga diketuk-ketuk oleh seseorang. Kupikir mungkin itu adalah kuku tangan yang memfosil hingga keras seperti batu atau logam."

"Serius kau Put? Apa kau cuma ingin menakut-nakutiku saja."

"Kau buktikan saja sendiri nanti selepas sholat Maghrib. Jika tidak terjadi apa-apa, mungkin kau adalah laki-laki yang beruntung Mar."
---------------------Bersambung-----------------------
[ Sebelumnya - Selanjutnya - List Episode]
Jangan lupa baca dari awal agar memahami isi cerita.. *************************************************************



share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by sesuhay, Published at 05.05.00 and have 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar