www.novelkaskus.com Disini Saya Kumpulkan Novel Story dan Cerita-cerita dari Kaskus

Sepasang Kaos Kaki Hitam #Part 41

Sepasang Kaos Kaki Hitam #Part 41

















Part 41

 

Satu hal yg unik, gw lebih suka mengatakannya istimewa, dari diri Meva adalah dia sering tahu apa yg orang banyak nggak tahu dan menyukai apa yg orang nggak menyukainya. Satu lagi, dia juga memikirkan yg orang lain nggak memikirkannya.

Suatu sore di akhir Maret...

Hujan lagi-lagi turun deras. Gw kepalang basah ada di jalan jadi ya sudah terpaksa gw basah-basahan nyampe di kamar. Mandi dan berganti pakaian hangat, gw segera bersembunyi di balik selimut.

Masih dingin. Minum teh anget aja deh, lumayan ngangetin badan. Gw ambil gelas, ah sial. Air di galon belum gw isi ulang. Gw ke kamer Indra. Pintunya dikunci. Dia pasti masih molor. Lagi shif malem soalnya.

"Mevaa," gw ketuk pintu kamarnya. Mengecek keberadaan penghuni kamar di depan kamar gw.

"Masuuk aja Riii..." terdengar suara cewek dari dalam.

Gw masuk dan memburu dispenser. Sambil nunggu airnya panas gw melompat ke kasur dan menarik selimut sampai menutup kepala.

"Lo kenapa sih Ri?? Maen sradak-sruduk aja."

Gw buka selimut. Lupa gw kalo Meva juga ada di dalem kamer. Dia lagi baca buku.

"Dingin," jawab gw pendek.

Meva melirik sebentar lalu melanjutkan membaca.

"Ya udah tidur aja," komentarnya.

"Ini juga mau tidur. Ntar abis minum teh gw tidur deh."

Saat itu gw beneran kedinginan. Telapak tangan dan kaki gw serasa kebas.

"Gw tidur di sini yah?" kata gw.

Meva kernyitkan dahi. Sejenak gw pikir dia bakal ngusir gw.

"Lo kayak yg baru ngekos aja pake minta ijin segala," sahutnya.

"Itu artinya gw menghormati lo sebagai tuan rumah."

"Sok baik loe."

"Haha.. Gw emang baik kali."

"Alaaah...tuh aernya panas."

Gw liat lampunya memang sudah menyala. Langsung gw seduh tehnya.

"Matiin lagi dispensernya," kata Meva lagi.

Gw melakukan yg dimintanya tanpa berkomentar. Hujan di luar masih deras menderu atap kamar dan gw sedang asyiknya menikmati kehangatan teh yg menjalar ke seluruh tubuh ketika Meva bertanya.

"Ri, lo tau tentang lagu Gloomy Sunday nggak?"

Gw balikkan badan dan menggeleng.

"Apaan tuh? Nggak pernah denger gw," kembali ke posisi duduk semula membelakangi Meva dan meneguk lagi teh hangat.

"Lagu kematian," jawab Meva. "Banyak orang bunuh diri setelah dengerin lagu itu."

"Oh ya?" gw menanggapinya acuh. Hanya satu kata yg terlintas di benak gw : mitos.

"Kok reaksi lo biasa aja?"

"Lha, emang mesti gimana? Heboh gitu?"

"Ya enggak..." Meva menutup bukunya dan menaruhnya di atas bantal. "Kayaknya ekspresi lo datar aja denger orang mati?"

"Ya emang udah kayak gini, mau diapain lagi?" teh di dalam cangkir hampir habis.

"Ri..."

"Apa?"

"Lo percaya surga nggak sih?" kata Meva.

Gw diam sebentar.

"Maksudnya?" gw balik tanya.

"Maksud gw, lo percaya nggak kalo surga itu ada?" Meva menjelaskan.

"Pertanyaan lo aneh."

"Enggak. Ini samasekali enggak aneh. Gw mau tau pendapat lo."

"Surga ya? Emmmh....bentar ya gw pikir-pikir dulu."

"Yah, kelamaan mikir elo mah."

"Emang kenapa sih lo tanya kayak gitu? Bukannya semua agama meyakini ada kehidupan setelah manusia mati?"

"Tapi gimana kalo itu semua nggak pernah ada? Gimana kalo ini adalah satu-satunya kehidupan yg kita jalani, dan nggak ada kehidupan lagi setelah ini? Gimana kalo surga ternyata nggak pernah ada??"

Gw diam. Jujur aja, pertanyaan semacam itu sempat hinggap juga di otak gw. Tapi gw selalu nggak menemukan jawabannya.

"Seandainya ini memang satu-satunya kehidupan, apa yg akan lo lakukan?" ujar gw tanpa bermaksud apa-apa.

Giliran Meva yg diam.

"Gw percaya kok surga itu ada.." akhirnya dia bicara.

"Nah ya udah, sekarang tinggal mikirin aja gimana caranya biar bisa masuk surga. Gampang kan?"

"Tapi, apa kita bakal ketemu lagi di sana?"

"Maksud lo?" gw heran. "Ada apa sih sama lo Va, ngomongnya aneh banget hari ini."

Dia menatap gw sayu.

"Gw tau, saat-saat seperti ini nggak akan berlangsung selamanya," ucapnya pelan. Sejenak diam, membiarkan suara rintikan hujan yg jadi musik pengiring, lalu bicara lagi. "Gw tau Ri, suatu hari nanti kita pasti akan jalani hidup kita sendiri-sendiri. Tapi, apa nanti kita akan ketemu lagi di surga?"

"Pertanyaan lo terlalu jauh."

"Jawab pertanyaan gw."

"Iya, kita pasti ketemu di surga. Tinggal sms aja, ketemunya dimana," kata gw ngelantur.

Dan tanpa gw duga, Meva melompat, memeluk gw, lalu menangis.

"Apa saat kita ketemu di surga nanti, kita masih bisa seperti ini?"

"Hei..hei...lo napa Va?"

"Apa di surga lo masih akan kenal gw?"

"Meva...." gw dorong tubuhnya menjauh tapi pelukannya terlalu kuat. "Oke. Dengerin gw."

Meva masih menangis.

"Terlalu jauh mikirin hal itu. Lebih baik sekarang lo kejar aja dulu cita-cita lo. Udah, itu aja dulu deh. Ya?"

Meva malah makin jadi. Dia menangis kencang.

"Va, gw masih disini kok. Kita masih sama-sama kan? Udah ah, ngapain sih nangis.."

Tapi Meva tetap menangis.

Untuk pertama kalinya, gw memeluk Meva. Dia tetap hangat, sehangat kecupannya di kening gw kemarin. Dia tetap sosok yg nggak tertebak. Dan diam-diam gw berharap, semua akan tetap seperti ini. Gw nggak mau ini berakhir.

Please God...........



share this article to: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
Posted by sesuhay, Published at 09.14.00 and have 0 komentar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar